Selasa, 02 Desember 2014

Makalah Komponen-komponen dan Desain Kurikulum



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurikulum merupakan rancangan pembelajaran dalam institusi pendidikan yang harus ditempuh peserta didik dalam jangka waktu tertentu. Dalam teks maupun prakteknya, kurikulum hendaknya senantiasa relevan dengan perkembangan zaman. Agar senantiasa relevan, kurikulum tentunya perlu dikembangkan dari waktu ke waktu agar isinya selalu berkembang sesuai tuntutan dan harapan berbagai pihak terkait.
   Komponen kurikulum merupakan suatu unsur yang perlu kita pahami agar dalam pelaksanaannya kita dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin di capai. Sedangkan, desain kurikulum merupakan suatu proses pengembangan kurikulum yang diawali dari perencanaan, yang dilanjutkan dengan validasi, implementasi dan evaluasi. Suatu program kurikulum apabila dilaksanakan tetapi kita tidak memahami konsepnya maka semua dapat diakatakan sia-sia, jadi untuk memahami komponen dan desain kurikulum itu sendiri dapat diakatakan penting bagi kita untuk memahami dan mempelajarinya.

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa saja komponen – komponen kurikulum?
1.2.2 Apa saja desain pengembangan kurikulum?






BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Komponen – komponen Kurikulum
Merujuk pada fungsi kurikulum dalam proses pendidikan yang menjadi alat mencapai tujuan pendidikan, sebagai alat pendidikan kurikulum mempunyai komponen-komponen penunjang yang saling mendukung satu sama lain.[1] Komponen – komponen itu antara lain adalah :
1.      Komponen Tujuan
Tujuan mempunyai peranan yang sangat penting dan stratregis dalam kerangka dasar kurikulum, karena akan mengarahkan dan memengaruhi komponen-komponen kurikulum lainnya. Dalam penyusunan suatu kurikulum, perumusan tujuan ditetapkan terlebih dahulu sebelum menetapkan komponen yang lainnya. Tujuan pendidikan suatu negara tidak bisa dipisahkan dan merupakan penjabaran dari tujuan negara atau falsafah negara, karena pendidikan merupakan alat untuk mencapai tujuan negara.
Bagi Indonesia, yang menetapkan Pancasila sebagai pandangan hidupnya, sudah selayaknya mengarahkan sistem pendidikannya pada pembentukan warga negara yang cakap untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan falsafah negara, yaitu Pancasila. Bagi negara lain, sudah barang tentu lain pula gambaran warga negara yang dicita-citakannya. Dengan demikian, pandangan hidup yang dianut oleh para guru dan peserta didiknya akan mewarnai persepsinya terhadap gambaran karakteristik sasaran kegiatan pembelajarannya. Pada gilirannya, persepsi tersebut akan memengaruhi pula kebijakannya dalam merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran.
Tujuan pendidikan yang berkaitan dengan domain-domain anak didik, di upayakan melalui proses pendidikan, jika di buat secara berurutan pendidikan itu sebagai berikut :
a.       Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan pendidikan yang paling tinggi dalam hierarki tujuan-tujuan pendidikan yang ada, yang bersifat ideal dan umum yang dikaitkan dengan falsafat Pancasila. Menurut Undang-Undamg No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk menciptakan manusia Indonesia yang beriman, bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan ruhani, kepribadian yang mantap, mandiri, dan memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
b.      Tujuan Institusional
            Tujuan institusional merupakan tindak lanjut dari tujuan pendidikan nasional. Sistem pendidikan Indonesia memiliki jenjang yang melembaga pada suatu tingkatan. Tiap lembaga memiliki suatu tujuan pendidikan yang disebut tujuan institusional, karena itu dikenal bermacam-macam tujuan institusional, antara lain tujuan institusional SD/MI, SMP/MTs, SMA/ MA, Universitas/Akademi/UIN/IAIN/STAIN, dan lain sebagainya.
c.       Tujuan Kurikuler
            Tujuan kurikuler merupakan tindak lanjut dari tujuan institusional dalam melaksanakan kegiatan pendidikan dari suatu lembaga pendidikan. Dengan demikian, isi pengajaran yang telah disusun diharapkan dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Suatu lembaga pendidikan memiliki tujuan kurikuler yang biasanya dapat dilihat dari GBPP suatu bidang studi. Dari GBPP (Garis-Garis BesarProgram Pengajaran) tersebut, terdapat suatu tujuan kurikuler yang perlu dicapi oleh anak didik setelah ia menyelesaikan pendidikannya.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa tujuan kurikuler mesti mencerminkan tindak lanjut dari tujuan kurikuler dan tujuan pendidikan nasional. Karena itu, penjabaran tujuan institusional dan tujuan pendidikan nasional mesti menggambarkan tujuan kurikuler sehingga akan terlihat jelas hubungan hierarkis dari ketiga tujuan pendidikan tersebut.


d.      Tujuan instruksional
            Tujuan ini bersifat operasional, yaitu diharapkan dapat tercapai pada saat terjadinya proses belajar mengajar yang bersifat langsung dan terjadi setiap hari pembahasan. Untuk mencapai tujuan instruksional ini, biasanya seorang pendidik/guru perlu membuat Satuan Pelajaran (SP). Dalam upaya mencapai tujuannya, tujuan instruksional ini sangat ditentukan oleh kondisi proses belajar mengajar yang ada, antara lain kompetensi pendidikan, fasilitas belajar, anak didik, metode, lingkungan, dan faktor yang lain. Tujuan instruksional ada dua. Pertama, tujuan instruksional umum. Kedua, tujuan intreksional khusus.[2]
2.      Komponen Isi dan Struktur Program/Materi
            Komponen isi dan struktur program/materi merupakan materi yang diprogramkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Isi atau materi yang dimaksud biasanya berupa meteri bidang-bidang studi, misalnya Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Akhlak, Tasyri’, Bahasa Arab, dan alin sebagainya. Bidang-bidang studi tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang, dan jalur pendidikan yang ada, dan bidang-bidang studi tersebut biasanyatelah dicantumkan atau dimuatkan dalam struktur program kurikulum suatu sekolah.
            Hilda Taba memberikan kriteria untuk memilih isi/materi kurikulum sebagai berikut: a). Materi itu harus sahih dan signifikan, artinya harus menggambarkan pengetahuan mutakhir, b). Materi itu harus relevan dengan kenyataan sosial dan kultural agar peserta didik lebih mampu memahami fenomena dunia, termasuk perubahan-perubahan yang terjadi, c). Materi itu harus mengandung keseimbangan antara keluasan dan kedalaman, d). Meteri harus mencakup berbagai ragam tujuan, e). Materi harus sesuai dengan kemampuan dan pengalaman peserta didik, dan f). Materi harus sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik. Begitu juga, Ronald C.Doll (1978) dalam Zainal Arifin (2011) mengemukakan beberapa kriteria pemilihan materi kurikulum, yaitu: a). Validitas dan signifikasi materi, b). Adanya keseimbangan materi, c). Kesesuaian materi dengan kebutuhan dan minat murid, d). Kemantapan materi, dalam arti tidak cepat usang, e). Hubungan antara materi dengan ide pokok dan konsep-konsep, f). Kemampuan peserta didik untuk mempelajari materi, dan g). Kemungkinan menjelaskan materi itu dengan data dari disiplin lain.
            Pemilihan isi kurikulum dapat juga mempertimbangkan kriteria sebagai berikut: a). Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, b). Sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, c). Bermanfaat bagi peserta didik, masyarakat, dunia kerja, bangsa dan negara, baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang, dan d). Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.[3]
3.      Komponen Proses
            Proses pelaksanaan kurikulum harus menunjukkan adanya kegiatan pembelajaran, yaitu upaya guru untuk membelajarkan peserta didik, baik disekolah melalui kegiatan tatap muka, maupun diluar sekolah melalui kegiatan terstruktur dan mandiri. Dalam konteks inilah, guru dituntut untuk menggunakan berbagai strategi pembelajaran, metode pembelajaran dan sumber-sumber belajar. Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan dalam menyampaikan isi kurikulum, antara lain:
a.       Strategi ekspositori klasikal, yaitu guru lebih banyak menjelaskan materi yang sebelumnyatelah diolah sendiri, sementara siswa lebih banyak menerima materi yang telah jadi.
b.      Strategi pembelajaran heuristik (discovery dan inquiry)
c.       Strategi pembelajaran kelompok kecil: kerja kelompok dan diskusi kelompok
d.      Strategi pembelajaran individual
            Disamping strategi, ada juga metode mengajar. Untuk memilih metode mana yang akan digunakan, guru dapat melihat dari beberapa pendekatan, yaitu pendekatan yang berpusat pada mata pelajaran, pendekatan yang berpusat pada peserta didik, dan pendekatan yang berorientasi pada kehidupan masyarakat. Meskipun demikian, tidak ada satu metode pun yang dianggap paling ampuh. Oleh sebab itu, guru harus dapat menggunakan multimetode secara bervariasi.
            Sumber belajar adalah bagian yang tak terpisahkan dalam proses pembelajaran. Dalam sistem pembelajaran yang tradisional, penggunaan sumber belajar terbatas pada informasi yang diberikan oleh guru, dan beberapa diantaranya ditambah dengan buku sumber. Bentuk sumber belajar yang lain cenderung kurang mendapat perhatian, sehingga aktivitas belajar peserta didik kurang berkembang. Berdasarkan pendekatan teknologi pendidikan, sumber belajar dapat dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu manusia, bahan, lingkungan, alat, dan perlengkapan, serta aktivitas.[4]
4.      Komponen Evaluasi
            Evaluasi adalah suatu proses interaksi, deskripsi, dan pertimbangan (jodgment) untuk menemukan hakikat dan nilai dari suatu hal yang dievaluasi, dalam hal ini kurikulum. Evaluasi kurikulum sebenarnya dimaksudkan untuk memperbaiki substansi kurikulum, prosedur implementasi, metode instruksional, serta pengaruhnya pada pelajaran dan perilaku siswa.[5]
            Berdasarkan definisi kurikulum yang digunakan akan dapat diketahui aspek-aspek apa yang akan dievaluasi. Untuk mengetahui aspek-aspek evaluasi kurikulum, dapat dilihat dari perspektif model evaluasi kurikulum. Model Tayler, misalnya, mengutamakan hasil belajar peserta didik sebagai aspek penting dalam evaluasi kurikulum, sedangkan Scriven menekankan dari segi formatif dan sumatif. Menurut Arich Lewy (1977) dalam Zainal Arifin (2011) aspek-aspek evaluasi kurikulum harus sesuai dengan tahap-tahap dalam pengembangan kurikulum, yaitu penentuan tujuan umum, perencanaan, uji coba dan revisi, uji lapangan, pelaksanaan kurikulum, dan pengawasan mutu.[6]



2.2  Desain Pengembangan Kurikulum
            Desain kurikulum menyangkut pada pola pengorganisasian unsur-unsur atau  komponen kurikulum. Penyusunan desain kurikulum dapat di lihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horizontal dan dimensi fertikal. Dimensi horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Susunan lingkup ini di integrasikan dengan proses belajar dan mengajar. Dimensi vertical menyangkut penyusunan sekuens bahan ajar berdasarkan tingkat kesukaran. Bahan tersebut disusun mulai dari yang mudah, kemudian menuju pada yang lebih sulit, atau mulai dari yang dasar kemudian dengan yang lanjutan.
            Berdasarkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran, terdapat tiga pola desain kurikulum, yaitu :
1.      Subject centered design adalah suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar.
2.      Learner centered design adalah suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa.
3.      Problem centered design adalah desain kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat.[7]
A.    Subjec Centered Design.
   Subjec centered design merupakan bentuk desain yang paling popular, paling tua dan paling banya digunakan. Dalam Subjec centered design, kurikulum di pusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata pelajaran,dan mata pelajaran tersebut diajarkan secara terpisah-pisah. Subjec centered berkembang  dari konsep pendidikan klasik yang demenekankan pada pengetahuan,nilai-nilai dan warisan budaya masa lalu,dan berupaya untuk mewariskan kepada generasi berikutnya.Karena mengutamakan isi atau bahan ajar ,maka desain kurikulum ini disebut juga subject academic curriculum.


Kelebihan model design kurikulum :
1.      Mudah disusun, dilaksanakan, dievaluasi dan disempurnakan.
2.      Para pengajar tidak perlu di persiapkan khusus, asal menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkan yang sudah di kuasai oleh pengajar.  
Kekurangan model design kurikulum :
1.      Karena pengetahuan yang di berikan secara terpisah-pisah, hal itu berentangan dengan kenyataan, sebab dalam kenyataan pengetahuan itu merupakan suatu kesatuan.
2.      Karena mengutamakan bahan ajar maka peran peserta didik sangat pasif.
3.      Pengajaran lebih menekankan pada pengetahuan dan kehidupan masa lalu,dengan demikian pengajaran lebih bersifat verbalistis dan kurang praktis.[8]
 Pada model subject centered design curriculum di bagi menjadi tiga bagian yaitu :
1.The Subject Design
   The subject design merupakan bentuk desain yang paling murni dari subject centeren design. Materi pelajaran di sajikan secara terpisah-pisah dalam bentuk mata –mata pelajaran. Model desain ini telah ada sejak lama. Pada abad ke 19 pendidikan tidak lagi di arahkan pada pendidikan umum ( liberart), tetapi pada pendidikan yang bersifat praktis, berkenaaan dengan mata pencaharian ( pendidikan vokasional).
Pada saat itu mulai berkembang mata-mata pelajaran fisika, kimia, biologi ,bahasa yang masih bersifat teoritis, juga berkembang mata-mata pelajaran praktis seperti pertanian, ekonomi, tata buku, kesejahteraan keluarga, keterampilan, dan lain-lain. Isi pelajaran diambil dari pengetahuan dan nilai-nilai yang telah di temukan oleh ahli-ahli sebelumnya. Para siswa di tuntut untuk menguasai semua pengetahuan yang diberikan, apakah mereka menyenangi atau tidak, membutuhkan atau tidak karena pelajaran-pelajaran tersebut diberikan secara terpisah-pisah, maka siswa menguasainya pun terpisah-pisah pula. Tidak jarang siswa menguasai bahan hanya pada tahap hafalan,bahan di kuasai secara verbalistis.
Kelemahan – kelemahan bentuk kurikulum ini adalah :
1.      Kurikulum memberikan pengetahuan secara terpisah-pisah, satu terlepas dari yang lainnya.
2.      Isi kurikulum di ambil dari masa lalu,terlepas dari kejadian-kejadian yang sedang berlangsung sekarang.
3.      Kurikulum ini kurang memperhatiakan minat,kebutuhan,dan pengalaman peserta didik.
4.      Isi kurikulum berdasarkan sistematika ilmu sering menimbulkan kesukaran di dalam mempelajari dan menggunakannya.
5.      Kurikulum lebih mengutamakan isi dan kurang memperhatikan cara penyampaian.Cara penyampaian utama adalah ekspositori yang menyebabkan peranan siswa pasif.

Kelebihan kurikulum ini adalah :
1.      Karena materi pelajaran diambil dari ilmu yang sudah tersusun secara sistematis logis,maka penyusunannp mudah.
2.      Bentuk ini memudahkan para peserta didik untuk mengikuti pendidikan di perguruan tinggi,sebab pada perguruan tinggi umumnya digunakan bentuk ini.
3.      Bentuk kurikulum ini dapat dilaksanakan secara efisien,karena metode utamanya adalah metode ekspositori yang di kenal tingkat efisiensinya cukup tinggi.
4.      Bentuk kurikulum ini sangat ampuh sebagai alat utuk melestarikan dan mewariskan warisan budaya masa lalu.
2.      The Disciplines Design.
   Pada disciplinen design,isi kurikulum yang di berikan di sekolah adalah disiplin-disiplin ilmu.Menurut pandangan ini sekolah adalah makrokosmos dari dunia intelek,baru kemudian isi dari kurikulum.Para pengembang kurikulum dari aliran ini berpegang teguh pada disiplin-disiplin ilmu seperti fisika,biologi,psikologi,sosiologi dan lain-lain.
   Perbedaan desciplnes design dengan subject design salah satunya terletak pada tingkat penguasaan.desciplines design tidak seperti subject design yang menekankan pada penguasaan fakta-fakta dan informasi.pada model ini para peserta didik di dorong untuk memahami logika atau struktur dasar disiplin ilmu,memahami konsep-konsep,ide-ide dan prinsip-prinsip penting.
Juga didorong untuk memhami cara mencari dan menemukannya.Hanya dengan menguasai hal-hal itu,peserta didik akan memahami masalah dan mampu melihat hubungan berbagai fenomena baru.Proses belajarnya tidak lagi menggunakan pendekatan ekspositori yang menyebabkan peserta didik lebih banyak pasif,tetapi menggunakan pendekatan inkuri  dan deskaveri.
Kelebihan desciplines design :
1.      Kurikulum ini bukan hanya memiliki organisasi sistematik dan efektif tetapi juga dapat memelihara integritas intelektual pengetahuan manusia.
2.      Peserta didik tidak hanya menguasai serentetan fakta ,prinsip hasil hafalan tetapi menguasai konsep,hubungan dan proses-proses intelektual yang berkembang pada peserta didik.
Kelemahan desciplines design :
1.      Belum dapat memberikan pengetahuan terintegrasi.
2.      Belum mampu mengintegrasikan sekolah dengan masyarakat atau kehidupan.
3.      Belum bertolak dari minat dan kebutuhan atau pengalaman peserta didik.
4.      Susunan kurikulum belum efisien baik untuk kegiatan belajar maupun untuk penggunanya.
5.      Meskipun lebih luas di bandingkan dengan subject design tetapi secara akademis dan intelektual masih cukup sempit.[9]


3.      The Broad Fields Design
Tujuan pengembangan kurikulum board fields adalah menyiapkan para peserta didik yang kini hidup dalam dunia informasi yang sifatya spealistis, dengan pemahaman yang bersifat menyeluruh. Bentuk kurikulum ini banyak digunakan disekolah dasar dan seklah menengah pertama, di sekolah menengah penggunaannya agak terbatas apalagi di Perguruan Tinggi sedikit sekali .
Kelebihan Board fields :
1.      Karena dasarnya bahan yang terpisah-pisah,walaupun sudah terjadi penyatuan beberapa mata kuliah masih memungkinkan peyusunan warisan-warisan budaya secara sistematis dan teratur.
2.      Karena mengintegrasikan beberapa mata kuliah memungkinkan peserta didik melihat hubungan antara berbagai hal.
Kelemahan Board fields
1.      Kemampuan guru untuk tingkat sekolah dasar  guru mampu menguasai bidang yang luas,tetapi untuk tingkat yang lebih tingi,apalagi di perguruan tinggi sukar sekali.
2.      Karena bidang yang di pelajari luas, maka tidak dapat diberikan secara mendetail,yang diajarkan hanya permukaannya saja.
3.      Pengintegrasian bahan ajar sedikit sekali,tidak menggambarkan kenyataan,tidak memberikan pengalaman yang sesungguhnya bagi siswa,dengan demikian kurang membangkitkan minat belajar.
4.      Meskipun kadarnya lebih rendah,dibandingkan dengan subject design tetapi model ini tetap menekankan penguasan bahan dan informasi.Kurang menekankan proses pencapaian tujuan yang sifatnya afektif dan kognitif tingkat tinggi.
B.  Learner-centered design. 
Learner-centered design merupakan penyempurnaan terhadap beberapa kelemahan dari subject centered design. Desain ini mengutamakan peranan isi dari kurikulum. Learner centered,member tempat utama kepada peserta didik.  Didalam pendidikan, yang belajar dan berkembang adalah perserta didik sendiri.  Guru atau pendidik hanya berperan menciptakan situasi belajar mengajar, mendorong atau memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Learner centered design bersumber dari konsep Rousseau tentang pendidikan alam,menekankan perkembangan peserta didik.
Ciri-ciri utama yang membedakan desain model learner centered dengan subject centered :
1.      Lerner centered design mengembangka kurikulum dengan bertolak dari peserta didik dan bukan dari isi.
2.      Kurikulum di kembangkan bersama antara guru dengan siswa dalam penyelesaian tugas-tugas pendidikan.
C.Problem Centered Design
Mengutamakan peranan manusia. Konsep pendidikan para pengembang model kurikulum ini berangkat dari asumsi bahwa manusia sebagai makhluk social selalu hidup bersama. Konsep-konsep ini menjadi landasan pula dalam pengembangan kurikulum. Problem centered design menekankan pada isi maupun perkembangan peserta didik. Ada dua variasi model desain kurikulum ini, yaitu :
1.      The Areas of Living Design
Areas of Living desain menekankan prosedur belajar melalui pemecahan masalah dalam prosedur belajar ini tujuan bersifat proses dan bersifat isi di integrasikan.
Desain ini mempunayi beberapa kebaikan dari pada desain-desain lainnya. Yang pertama, the areas of living design merupakan the subject mater design tetapi dalam bentuk yang terintegrasi. Kedua,desain ini mendorong penggunaan prosedur dalam pemecahan masalah. Ketiga,menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang relevan,yaitu untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan. Keempat desain tersebut menyajikan bahan ajar yang fungsional. Kelima,motivasi belajar datang dari dalam diri peserta didik,tidak perlu di rangsang dari luar.
Kelemahan model desain ini. Pertama, penentuan lingkup dan sekuens dari bidang-bidang kehidupan yang sangat esensial sangat sukar,timbul organisasi isi kurikulum yang berbeda. Kedua,lemahnya atau kurangnya integeritas dan kontinuitas organsasi isi kurikulum.
2.      The Core design.
Timbul sebagai reaksi utama kepada separate subject design yang sifatnya terpisah-pisah dalam mengintegrasikan bahan ajar, mereka memilih mata pelajaran atau bahan ajar tertentu sebagai inti. Menurut konsep ini inti-inti bahan ajar di pusatkan pada kebutuhan individual dan social.
The core kurikulum diberikan guru-guru yang memiliki penguasaan dan berwawasan luas bukan spesialis. Ada beberapa variasi core kurikulum  :
1.      The separate subject core.
2.      The correlated core.
3.      The fused core.
4.      The activity / experience core.
5.      The areas of living core.
6.      The social problem core.[10]












BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.      Komponen pokok kurikulum ada empat, yaitu tujuan, isi/materi, proses, dan evaluasi. Komponen - komponen tersebut harus ada kesesuaian,  saling berhubungan dan ketergantungan, sehingga membentuk sebuah sistem.
2.      Desain pengembangan kurikulum terbagi menjadi tiga pola, yaitu Subject centered design, Learner centered design, dan Problem centered design. Setiap pola memiliki kelebihan maupun kekurangan masing – masing.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin,Zainal.2011.Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum.
Bandung:Remaja Rosdakarya.
Hamalik, Oemar.2008.Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum.
      Bandung:Remaja Rosdakarya.
Idi, Abdullah.2007.Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik.
Yogyakarta:Ar Ruzz Media.
Sukmadinata, Nana S.2013. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek.
      Bandung:Remaja Rosdakarya.





[1] Abdullah Idi,Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik,Ar-Ruzz Media,Jogjakarta,2011.hlm 53.
[2] Ibid, hlm. 55-57.
[3] Zainal Arifin,Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,PT Remaja Rosdakarya,Bandung,2011,hlm.89-90.
[4] Ibid,hlm.92-93.
[5] Oemar Hamalik,Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum,PT Remaja Rosdakarya,Bandung,2007,hlm.191.
[6] Zainal Arifin,Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,PT Remaja Rosdakarya,Bandung,2011,hlm.93-94.
[7] Nana S Sukmadinata,Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, PT Remaja Rosdakarya,Bandung,2013,hlm.113.
[8] Ibid,hlm.113-114.
[9] Ibid,hlm.115-117.
[10] Ibid,hlm.117-123.

2 komentar:

  1. Termakasih banyak mbak semoga allah membalas kebaikan mbak

    BalasHapus
  2. Termakasih banyak mbak semoga allah membalas kebaikan mbak

    BalasHapus