Selasa, 02 Desember 2014

Makalah MU’TAZILAH - ASY’ARIAH JABARIYAH – QADARIYAH



I.      PENDAHULUAN
     Sejak awal permasalahan teologis dikalangan umat Islam telah terjadi perbedaaan dalam bentuk praktis maupun teoritis. Perbedaan tersebut tampak melalui perdebatan dalam masalah  kalam yang ahirnya menimbulkan berbagai aliran-aliran dalam Islam.
     Dalam perdebatan tentang teologi ini, yang diperdebatkan bukanlah akidah-akidah pokok seperti iman kepada Allah, kepada malaikat dan lain sebagainya, melainkan perdebatan masalah akidah cabang yang membahas bagaimana sifat Allah, Al-Qur’an itu baru ataukah qodim, malaikat itu termasuk golongan jin atau bukan, dan hal-hal yang berkaitan dengan itu.Sejak dahulu hal itu diperdebatkan oleh ahli Ilmu Kalam dan ahli Ilmu Tauhid sampai mereka lupa bahwa sesama muslim harus bermusyawarah dalam mengentaskan masalah yang sulit. Tetapi malahan mereka cekcok dan saling bermusuhan sesamanya.Pebedaan tersebut ahirnya menimbulkan berbagai macam aliran diantaranya seperti Khawarij, Syiah, Murji’ah, Mu’tazilah, Jabariyah dan Qodariyah, Asy’ariyah dan Maturidiyah.
Allah adalah pencipta alam semesta ini, termasuk juga semua yang ada di dalamnya, mulai dari tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Allah bersifat Mahakuasa, maha mengatur dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlaq. Maka timbul pertanyaan, sampai dimanakah manusia sebagai ciptaan Allah, apakah manusia bergantung 100% kepada taqdir Allah Swt dalam menjalani hidupnya? ataukah manusia mempunyai kemerdekaan dalam mengatur hidupnya tanpa bergantung pada taqdir?Dalam bab ini kita akan membahas sedikit banyak tentang aliran Mu’tazilah,Asyariyah ,Qodariyah dan Jabariyah  yang timbul akibat dari adanya permasalahan-permasalahan kalam.


II.  PEMBAHASAN
A.  Aliran mu’tazilah
1.    Asal usul mu’tazilah
            Secara harifah kata  mu’tazilah berasal dari kata I’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri.
     Aliran ini muncul sebagai reaksi atas pertentangan antara aliran Khawarij dan aliran Murji’ah mengenai persoalan orang mukmin yang berdosa besar. Menghadapi dua pendapat ini, Wasil bin Ata yang ketika itu menjadi murid Hasan al-Basri, seorang ulama terkenal di Basra, mendahuli gurunya dalam mengeluarkan pendapat. Wasil mengatakan bahwa orang mukmin yang berdosa besar menempati posisi antara mukmin dan kafir. Tegasnya, orang itu bukan mukmin dan bukan kafir.

2.    Ajaran ajarannya
     Menurut Al-Baghdady Mu’tazilah dibagi dalam 5 pokok ajaran, yaitu:[1]
a)        Tauhid (pengesaan)
            Golngan mu’tazilah mengenal pikiran-pikiran fisafat yang tersiar pada            masanya dan menggunakan istilah-istilahnya seperti syahs, jauhar,             aradl, hulul, dan qidam.
b)       Al-adl (keadilan)
            Mu’tazilah sangat menekankan bahwa tuhan itu adil dan tidak berlaku            lazim pada umat manusia.
c)        Wa’d wal wa’id (janji dan ancaman)
            Mu’tazilah yakin bahwa janji Tuhan akan memberikan pahala dan       ancamannya akan menjatuhkan siksa.
d)       Al-manzilah baina al-manzilahtain (tempat diantara dua tempat)
            Kefasikan adalah suatu hal yang berdiri sendiri antara iman dan kafir..
e)        Amar ma’ruf nahi munkar (perintah kebaikan dan melarang     kejahatan)
            Prinsip ini lebih banyak berhubungan dengan taklif dan fiqih(hukum) daripada  kepercayaan atau tauhid.

3.    Tokoh Tokoh Mu’tazilah
a)        Wasil bin ‘Ata al-Ghazzal (80-131 H atau 699 M)
            Pendiri aliran Mu’tazilah dan yang meletakkan lima ajaran-ajaran        Mu’tazilah.

b)       Abu al Huzail al-Allaf (135-226 H atau 753-840 M)
            Pemimpin Aliran Mu’tazilah Basrah.
c)        Ibrahim bin Sayyar An-Nazzam (wafat 231 H atau 845 M)        

B.  Aliran Asy’ariyah
1.    Asal usul
            Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap paham Muktazillah yang dianggap menyeleweng dan menyesatkan umat Islam. Nama Al-Asy’ariyah diambil dari nama Abu Al-Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari yang dilahirkan dikota Bashrah (Irak) pada tahun 206 H/873 M. Pada awalnya Al-Asy’ari ini berguru kepada tokoh Mu’tazilah waktu itu, yang bernama Abu Ali Al-Jubai. Dalam beberapa waktu lamanya ia merenungkan dan mempertimbangkan antara ajaran-ajaran Mu’tazillah dengan paham ahli-ahli fiqih dan hadist.[2]


2.    Ajaran ajarannya
a)        Tentang Sifat Allah
            Menurutnya, Allah mempunyai sifat, seperti al-Ilm (mengetahui), al-    Qudrah (kuasa), al-Hayah (hidup), as-Sama’ (mendengar), dan al-            Basar (melihat).
b)       Tentang Kedudukan Al-Qur’an
            Al-Qur’an adalah firman Allah dan bukan makhluk dalam arti baru dan           diciptakan. Dengan demikian, Al-Qur’an bersifat qadim (tidak baru).
c)        Tentang melihat Allah Di Akhirat
            Allah dapat dilihat di akhirat dengan mata kepala karena Allah             mempunyai wujud.
d)       Tentang Perbuatan-perbuatan manusia itu ciptaan Allah.
e)        Tentang Antropomorfisme
            Menurut alAsy’ari, Allah mempunyai mata, muka, dan tangan,               sebagaimana disebutkan dalam QS  Al-'An'am[6]:103
       "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat                     melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha       Mengetahui."[3]

             akan tetapi bagaimana bentuk Allah tidak dapat diketahui.semua itu   dikatakan la yukayyaf wa la yuhadd (tanpa diketahui bagaimana cara         dan batasnya)

f)         Tentang dosa Besar
            Orang mukmin yang berdosa besar tetap dianggap mukmin selam ia   masih beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
g)        Tentang Keadilan Allah.Allah adalah pencipta seluruh alam. Dia milik   kehendak mutlak atas ciptaan-Nya.

3.    Tokoh Tokoh asyariah
a)        Al-Baqillani.
b)       Al-Juwaini
c)        Al-Ghazaly


C.  Aliran Jabariah
1.    Pengertian Jabariyah
            Secara etimologis, Jabariah berasal dari kata “jabara yang artinya
     memaksa”. Secara istilah Jabariah adalah suatu golongan yang
     mengatakan segala perbuatan manusia sesunggungnya datang dari Allah
     dengan kata lain segala perbuatan manusia terpaksa dilakukan.                  
     Ayat yang menjadi alasan paham ini adalah :
     “Allah menciptaan kamu dan apa yang kamu perbuat” (Q.S. Ash-Shaffat:96)

            Sedangkan secara terminologis, Jabariah adalah nama yang
     diberikan kepada kelompok yang berpendapat bahwa manusia tidaklah
     mempunyai kekuasaan dan kemampuan serta pilihan dalam melakukan
     amal perbuatannya, karena semuanya telah ditentukan oleh kekuasaan
     dankehendah Tuhan. [4]

2.    Sebab-Sebab Munculnya Jabariyah
             Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran jabariyah tidak ada penjelasan yang jelas. Abu Zahra menuturkan bahwa faham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa bani UmayyahKetika itu para ulama membicarakan tentang masalah qadar dan kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan . Faham jabariah pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Shafwan dari Khurasan. Dalam sejarah teologi islam, Jahm tercatat sebagai tokoh yang mendirikan aliran jahmiyah dalam kalangan murji’ah. Ia adalah sekretaris Suraih bin Al-Haris dan selalu menemaninya dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayah.

3.    Tokoh dan Ajaran Pokok
jabariah ekstrim:
a)        Jahm bin sofyan
v Manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya,       tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
v Surga dan neraka tidak ada yang kekal selain tuhan.
v Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini,      pendapatnya sama dengan konsep iman yang dimajukan kaum       murjiah.
v Kalam tuhan adalah makhluk. Allah maha suci dari segala sifat dan      keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar, dan        melihat.Begitu pula tuhan tidak dapat dilihat dengan indera mata        diakherat kelak.
b)       Ja’ad bin Dirham:
v Al Qur’an itu adalah makhluk : oleh karena itu,  dia baru. Sesuatu yang           baru itu tidak dapat disifatkan kepada allah.
v Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk         seperti berbicara, melihat dan mendengar.
v Manusia terpaksa oleh allah dalam segala-galanya.

jabariah moderat,
a)        An –Najjar
v Tuhan menciptakan perbuatan manusia , tetapi manusia mengambil   bagian atua peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.
v  Tuhan tidak dapat dilihat diakherat.  Akan tetapi An-Najjar       menyatakan bahwa tuhan dapat saja memindahka potensi hati
      (Ma’rif at) pada mata sehingga manusia dapat melihat tuhan.
b)       Adh-Dhirar berpendapat manusia tidak hanya merupakan wayang.



D. Aliran Qadariah
1.    Pengertian  Qadariah
     Secara Etimologi berasal dari bahasa arab yaitu qadara yang berarti memutuskan (to decreeor to decide). Kata ini juga berarti memiliki kekuatan atau kemampuan  (to posses streng th or ability).
     Sedangkan secara termologis, kata ini diberikan oleh para pengkaji islam kepada sekelompok orang (ahli kalam) yang mempunyai pendapat  bahwa manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.[5]

2.    Sebab-Sebab munculnya Qadariyah
     Ahmad Amin, adalah pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh ma’bad al-jauhani dan Ghilan ad-Dimasyiqi sekitar tahun 70H/689M.[3]
            Ditinjau dari segi politik kehadiran aliran Qadariyah sebagai isyarat menentang kebijaksanaan politik Bani Umayyah yang dianggapnya kejam. Apabila aliran Jabariyah berpendapat bahwa khalifah Bani Umayyahmembunuh orang, hal itu sudah diakdirkan Allah SWT. demikian dan hal ini merupakan topeng kekejamannya, maka aliran Qadaariyah mau membatasi  Qadar tersebut.

3.    Ajaran-ajarannya
a.    Allah itu adil, maka Allah akan menghukum orang yang bersalah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik.
b.    Meletakkan posisi manusia sebagai makhluk yang merdeka dalam tingkah laku dan semua perbuatan, baik dan buruknya
c.     Allah itu Esa, dalam artian bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat Azaly, seperti ilmu, kudrah dan hayat. Menurut mereka Allah mengetahui semuanya dengan zatNya, dan Allah berkuasa dengan zatNya, serta hidup dengan zatNya, bukan dengan sifat-sifat qadimNya tersebut. Mereka juga mengatakan, kalau Allah punya sifat qadim tersebut, maka sama dengan mengatakan bahwa Allah lebih dari satu.
d.     Takdir merupakan ketentuan Allah SWT terhadap hukum alam semesta sejak zaman azali,
e.    akal manusia  mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak menurunkan agama. Agama tidak menyebabkan sesuatu menjadi baik karena diperintahkannya, dan tidak pula menjadi buruk karena dilarangnya. Bahkan perintah atau larangan agama itu justru mengikuti keadaan segala sesuatu, kalau sesuatu itu buruk, tentu saja agama melarangnya, begitu sebaliknya.

4.    tokoh-tokoh aliran qadariah
a.    Ma’bad bin Abdullah al-jauhani Al Bashri
b.    Ghailani al-Dimasyqy


III.PENUTUP

KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
v  Mu’tazilah adalah Aliran yang muncul sebagai reaksi atas pertentangan antara aliran Khawarij dan aliran Murji’ah mengenai persoalan orang mukmin yang berdosa besar.
v  Asy’ariyah adalah Aliran yang  muncul sebagai reaksi terhadap paham Muktazillah yang dianggap menyeleweng dan menyesatkan umat Islam
v  Jabariah adalah suatu golongan yang
mengatakan segala perbuatan manusia sesunggungnya datang dari Allahdengan kata lain segala perbuatan manusia terpaksa dilakukan.
v  Qadariyah adalah aliran  yang berpendapat  bahwa manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.



DAFTAR PUSTAKA
Hanafi,A.1980.Pengantar Theologi islam.Jakarta: Pustaka Al Husna.
Nasution,Harun. 1986.Teologi Islam. Jakarta: UI-Press.
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam. Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas Indonesia.
Zainuddin2000.Ilmu Tauhid Lengkap.Jakarta: Rineka Cipta.
Zuhri, Ahmad. 2008. Warna-Warni Teologi Islam. Pekalongan : STAIN Pekalongan.


[1] A.Hanafi.Pengantar Theologi islam.(Jakarta: Pustaka Al Husna.1980);hlm.69
[2] Harun Nasution. Teologi Islam. (Jakarta: UI-Press.1986); hlm. 33
[3] Zainuddin. Ilmu Tauhid Lengkap.(Jakarta: Rineka Cipta.2000); hlm. 47
[4]Ahmad Zuhri. Warna-Warni Teologi Islam.( Pekalongan : STAIN Pekalongan,2008);hlm. 154
[5], Harun Nasution. Teologi Islam. (Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1986);hlm.159

Tidak ada komentar:

Posting Komentar